Rabu, 19 September 2018

AKUSTIK KELAUTAN



1. Akustik Kelautan

Kata “akustik” berasal dari kata Yunani “akoustikos” yang berarti dari atau untuk pendengaran. Akustik adalah ilmu interdisipliner yang berkaitan dengan studi dari semua gelombang mekanik dalam gas, cairan, dan padatan termasuk getaran, USG, suara, dan infrasonic. Akustik sendiri memiliki definisi sebagai teori gelombang suara dan perambatannya pada suatu medium. Seorang ilmuan yang bekerja dibidang akustik adalah acoustician, sementara yang bekerja di bidang teknologi akustik dapat disebut sebagai seorang insinyur akustik.
Akustik kelautan merupakan satu bidang kelautan yan mendeteksi target dikolom perairan dan dasar perairan dengan menggunakan suara sebagai medianya. Akustik kelautan merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium di air laut
Akustik dibagi menjadi dua macam yaitu:
     1) Akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan, biasanya suara yang diterima pada frekuensi tertentu ataupun frekuensi yang spesifik untuk berbagai analisis. Pasif akustik dapat digunakan untuk mendengarkan ledakan bawah air (seismic), gempa bumi, letusan gunung berapi, suara yang dihasilkan oleh ikan dan hewan lainnya, aktivitas kapal-kapal ataupun sebagai peralatan untuk mendeteksi kondisi di bawah air (hidroakustik untuk mendeteksi ikan).
   2) Akustik aktif memiliki arti yaitu dapat mengukur jarak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa tersebut sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa amplitudo yang kembali. Akustik aktif memakai prinsip dasar sonar untuk pengukuran bawah air. Akustik aktif seperti split-beam system dapat mendeteksi organisme yang berukuran kecil (contoh:krill), dengan tanpa batasan ukuran. Posisi dari ikan dapat dideteksi secara akurat dengan menggunakan split beam system, dapat juga digunakan untuk menghitung target strength, kecepatan jelajah serta arah pergerakan dari suatu objek. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, ilmu akustik juga berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia. Arah penelitian dari akustik aktif termasuk penemuan multi beam, multi-frekuensi, dan high frequency imaging system.
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara, faktor lingkungan dan kondisi target. Kelebihan dari metode akustik ini, yaitu berkecepatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung dan memproses data secara real time, tepat dan akurat.
Hal-hal yang mendasari kita mempelajari akustik kelautan adalah laut yang begitu luas dan dalam (dinamis), manusia sudah pernah ke planet terjauh tetapi belum pernah ke laut terdalam, sehingga dibutuhkannya alat dan metode untuk melakukan pendeskripsian kolom dan dasar laut dan saat ini metode yang paling baik adalah dengan menggunakan akustik.

2. Sejarah Perkembangan Akustik Kelautan

Sejarah akustik bisa dimulai dari sekitar tahun 1490 dari catatan harian Leonardo da Vinci yang berbunyi “Dengan menempatkan ujung pipa yang panjang didalam laut dan ujung lainnya di telinga Anda, maka Anda dapat mendengarkan kapal-kapal laut di kejauhan”. Sejarah akustik perikanan dimulai dengan sonar banyaknya penelitian tentang perambatan suara di dalam air.
Namun jauh sebelum masa itu, Aristoteles (384-322 SM) adalah orang pertama yangtercatat menyatakan bahwa suara bisa terdengar dalam air seperti di udara. Setelah 2000 tahun kemudian, Leonardo da Vinci (1452-1519) membuat observasi “pernyataan Leonardo da Vinci” bahwa kapal-kapal dapat didengar pada jarak yang jauh di bawah air. 200 tahun setelah pengamatan da Vinci, pemahaman fisik dari proses akustik sedang maju pesat dengan Marin Mersenne dan Galileo secara independen menemukan hukum tentang vibrating strings, kegiatan Mersenne diterbitkan dalam karyanya L'Harmonie Universelle di 1620-an. Komentar Mersenne menyangkut sifat dan perilaku suara dan pengukuran awal eksperimental pada kecepatan suara di udara selama pertengahan hingga akhir 1600 itu dianggap sebagai landasan bagi perkembangan akustik. Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1687, Sir Isaac Newton menerbitkan teori matematika pertama tentang bagaimana suara bergerak, dalam karyanya yang besar, Philosophiae Naturalis Principia Mathematic, “Rational Mechanics will be the science of motions resulting from any forces whatsoever, and of the forces required to produce any motions, accurately proposed and demonstrated and therefore we offer this work as mathematical principles of philosophy. For all the difficulty of philosophy seems to consist in this from the phenomena of motions to investigate the forces of Nature, and then from these forces to demonstrate the other phenomena Meskipun Newton terfokus pada suara di udara, teori matematika dasar yang sama berlaku untuk suara dalam air”.
Pada 1743, Abbe JA Nollet melakukan serangkaian percobaan tentang apakah suara bias bepergian melalui air. Dengan kepalanya di air, ia melaporkan mendengar tembakan pistol, bel, peluit, dan teriakan. Dia juga mencatat bahwa jam alarm berdentang dalam air bisa dengan mudah didengar oleh seorang pengamat bawah air, tetapi tidak di udara, hal ini menunjukkan perjalanan suara melalui air.
Pengukuran pertama tentang kecepatan suara dalam air sukses pada awal tahun 1800. Menggunakan tabung panjang untuk mendengarkan bawah air, seperti yang disarankan oleh da Vinci, ilmuwan pada tahun 1826 mencatat seberapa cepat bunyi lonceng terendam mengalami perjalanan melintasi Danau Jenewa.
Daniel Colloden (1822), beliau menggunakan sebuah lonceng bawah air untuk menghitung kecepatan perambatan suara di dalam air. Pada tahun 1877 dan 1878, ilmuwan Inggris William Strut Yohanes, juga dikenal sebagai Lord Rayleigh, diterbitkan Teori Suara, dengan karya yang dianggap sebagai tanda awal dari studi modern akustik. Lord Rayleigh adalah yang pertama merumuskan persamaan gelombang, alat matematika yang menggambarkan gelombang suara yang merupakan dasar untuk semua pekerjaan pada akustik. Karyanya mengatur perkembangan ilmu dan penerapan akustik bawah air pada abad kedua puluh. Lalu Lewis Nixon (1906) yang mencoba mengukur puncak gunung es. Perkembangan dipicu oleh kebutuhan militer untuk mendeteksi kondisi di bawah permukaan air terutama setelah ditemukannya kapal selam.
Penggunaan kapal selam dan ranjau bawah laut di Perang Dunia I sangat mempengaruhi perkembangan akustik bawah air. Kapal selam Jerman (U-boats) menargetkan pelayaran kapalkapal kargo antara Amerika Serikat dan Eropa, tenggelam hampir 10 juta ton kargo dalam dua tahun, melumpuhkan pasokan AS dan European Allied Forces’. Ledakan dari tambang pada kabel bawah laut juga mengambil korban mereka. Total kerugian akibat pasukan Jerman dan Sekutu kapal perang 146 (termasuk 40 kapal selam), 267 kapal pembantu, dan 586 kapal dagang. Efektivitas kapal selam dan ranjau bawah laut dalam peperangan laut itu tak terbantahkan. Suara bawah air dapat digunakan untuk mendeteksi kapal selam dan ranjau yang terendam, sehingga akustik bawah air erat kaitannya dengan aplikasi militer (dan penelitian mengenai suara bawah laut menjadi rahasia). Selama Perang Dunia I, kapal selam terdeteksi dengan mendengarkan mesin atau baling-baling. Sebuah perangkat dengan dua earphone sederhana (tabung udara) digunakan pada operator sonar yang bisa menentukan arah dari mana suara datang dengan mekanis memutar system penerima. Sejumlah penerima yang ditarik juga dikembangkan untuk digunakan pada permukaan kapal, dalam rangka untuk menempatkan hydrophone jauh dari kebisingan yang dihasilkan oleh kapal.
Dalam perkembangan selanjutnya ada nama Paul Langevin yang tahun 1915 menemukan alat sonar pertama untuk mendeteksi kapal selam dengan menggunakan sifat-sifat piezoelektik kuartz. Meski tak sempat terlibat lebih jauh dalam upaya perang, karya Langevin berpengaruh besar dalam desain sonar.Hasil dari perkembangannya adalah SONAR (SOUND NAVIGATION AND RANGING). 
Periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II adalah saat penemuan akustik bawah air meningkat. Para ilmuwan mulai memahami beberapa konsep mendasar tentang propagasi suara, dan suara bawah air digunakan untuk mengeksplorasi laut dan penghuninya. Misalnya, tak lama setelah Perang Dunia I, H. Lichte, seorang ilmuwan Jerman, mengembangkan teori tentang pembiasan atau pembelokan gelombang suara dalam air laut. Percobaan yang dilakukan oleh Lord Rayleigh dan astronom sebelumnya Belanda bernama Willebrord Snell, Lichte berteori pada tahun 1919 itu, s ama seperti cahaya dibiaskan saat melewati dari satu medium ke lainnya, gelombang suara akan dibiaskan ketika mereka menemui sedikit perubahan suhu, salinitas, dan tekanan. Dia juga menyarankan bahwa arus laut dan perubahan musim akan mempengaruhi bagaimana suara bergerak di dalam air.
Echo sounders menjadi tersedia secara komersial selama Perang Dunia I. Echo sounders sangat berharga untuk tugas membantu kapal menghindari kandas di air dangkal. Pada laut dalam, mereka merevolusi pengetahuan tentang struktur dasar laut. Mungkin aplikasi praktis pertama adalah penggunaan echo sounder untuk memilih rute terbaik untuk kabel telegraf bawah laut antara Marseilles, Perancis, dan Philippeville, Aljazair, pada tahun 1922.
Karena akustik bawah air sangat penting selama Perang Dunia I, awal Perang Dunia II menandai dimulainya penelitian yang luas tentang akustik bawah air. Namun, selama Perang Dunia II, kemajuan akustik bawah air semakin berkembang, seperti di daerah lain telah berkembang radar dan senjata, namun dengan kerahasiaan. Pada akhir Perang Dunia II, US National Defense Research Committee menerbitkan Laporan Ringkasan Teknis yang mencakup empat volume hasil penelitian. Namun, banyak pekerjaan yang dilakukan selama perang itu tidak dipublikasikan sampai bertahun-tahun kemudian. 
Upaya penelitian awal bawah laut selama Perang Dunia II difokuskan pada perang melawan kapal selam, termotivasi oleh keberhasilan U-boat Jerman pada tenggelamnya kapal dagang di perairan Amerika. Kemudian upaya yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kapal selam Amerika terhadap Jepang di Samudra Pasifik. 
"Sonars" (SOund Navigation And Ranging) berkembang di akhir Perang Dunia II. Hal-hal yang mempengaruhi kinerja sistem sonar dijelaskan oleh apa yang sekarang disebut " persamaan sonar" yang meliputi source level, sound spreading, sound absorption, reflection losses, ambient noise, dan receiver characteristics. Bagian berikut menjelaskan tiga contoh penelitian yang dilakukan selama Perang Dunia II:
1. High frequency acoustics: penelitian ekstensif terfokus pada frekuensi suara dari beberapa ribu Hertz atau lebih pada kisaran beberapa ribu meter. Frekuensi ini dan rentang yang paling relevan dengan sonars digunakan untuk menemukan kapal selam dan ranjau.
2. Low-frequency, long-range sound propagation: Penelitian ini akan terbukti memiliki dampak besar pada perang anti-kapal selam selama Perang Dingin yang diikuti Perang Dunia II.
3. Measurements of background noise levels in the sea: tingkat kebisingan Ambient diukur, karena background noise level mempengaruhi kinerja sonar.
Sistem SONAR ini mula-mula dikembangkan oleh Inggris yakni pada masa Pra Perang Dunia II dengan dibuatnya ASDIC (Anti Submarine Detection Investigation Committee). Kemudian pada Perang Dunia II, ASDIC tersebut sangat berperan bagi Angkatan Laut negara-negara sekutu untuk tujuan perang dan telah terbukti sukses besar dalam penggunaannya. 
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, peralatan tersebut dikembangkan penggunaannya, selain untuk tujuan perang, juga untuk tujuan damai. Beberapa contoh penggunaannya pada saat itu adalah : 
1) mempelajari proses perambatan suara di dalam medium (air); 
2) penelitian sifat-sifat akustik dari air dan benda-benda bawah air; 
3) pengamatan benda-benda, dari echo yang mereka hasilkan; 
4) pendeteksian sumber-sumber suara bawah air; 
5) komunikasi dan penetapan posisi dengan alat akustik bawah air. 
Selanjutnya pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog echo integrator dan echo counter. Perkembangan yangmenyolok ini bukan saja di Inggris tetapi juga di Norwegia, Amerika, Jepang, Jerman dan sebagainya. 
Kemudian setelah diketemukan Digital Echo Integrator, dual-beam acoustic system, split-beam acoustic system, quasi ideal bem system dan aneka echo processor canggih lainnya, barulah ketelitian dan ketepatan pendugaan stok ikan dapat ditingkatkan sehingga akhir-akhir ini peralatan akustik menjadi Peralatan standard dalam pendugaan stok ikan dan manajeman sumbardaya perikanan.

3. Perkembangan Akustik Kelautan di Indonesia

Sejarah akustik memasuki Indonesia masih belum jelas, karena belum didapatkan sumber yang pasti. Namun perkembangannya di Indonesia dapat kita rasakan sekarang yaitu dengan adanya “split-beam acoustic” di beberapa kapal penelitian, seperti yang terdapat pada kapal PUSHIDROSAL. PUSHIDROSAL sendiri merukan Pusat Hidrografi & Oseanografi TNI AL dimana bergerak meneliti bawah laut Indonesia, dan masih banyak lagi kapal penelitian yang ada di Indonesia termasuk kapal penangkap ikan yang di miliki para nelayan yang mana sudah menerapakna sistem akustik kelautan ini. Ilmu akustik di manfaatkan untuk mempermudah dalam survei kelautan, budidaya perairan, penelitian tingkah laku ikan, aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap, bioakustik. Aplikasi dalam survei kelautan, dengan akustik kita dapat menduga spesies ikan yang ada di daerah tertentu dengan menggunakan pantulan dari suara, semua spesies mempunyi target strengh yang berbeda-beda. Aplikasi dalam dunia budidaya untuk pendugaan jumlah ekor, biomass dari ikan dalam jaring/kurungan pembesaran untuk menduga ukuran dari individu ikan dalam jaring kurungan, memantau tingkah laku ikan dengan acoustic tagging.
 Aplikasi akustik dalam tingkah laku ikan meliputi pergerakkan migrasi ikan dengan acoustic tagging, orientasi target (tilt angle), reaksi menghindar terhadap gerak kapal survei dan alat tangkap, respon terhadap rangsangan/stimuli cahaya, suara, listrik, hidrodinamika, komia, mekanik dan sebagainya. Aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap ikan meliputi pembukaan mulut trawl dan kedalaman, selektivitas penagkapan dengan melihat ukuran ikan target.

Sumber :

Anonim. 2018. Modul Praktek Dasar-Dasar Akustik. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. 
             Bogor
Anonim. 2015. Buku Panduan Praktikum Akustik Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 
             Universitas Brawijaya. Malang