ILMU KELAUTAN ULM
Rabu, 08 Januari 2020
Rabu, 07 November 2018
Mitigasi Bencana
Nama : Iwan Dwi Setiawan
NIM : 16107162100
Penanggulangan Abrasi di Pulau Dewakang Kecil dengan
menggunakan Breakwater
Pulau Dewakang kecil terletak pada 05o30’23” S dan 118o27’13”
E Kec. Liukang Kalukalukuang MAS, Kab. Pangkajene Dan Kepulauan, Sulawesi
Selatan. Di utara terdapat Pulau Dewakang
Besar dengan jarak 12km dan timur terdapat Pulau
Bangkauluang dengan jarak 20 km. Pulau Dewakang Kecil memiliki
ketinggian 9 meter.
Berdasarkan
analisis menggunakan software Arcgis10.5 dengan
citra Google Earth Pro tahun 2014 dan 2015 kita dapat
mengetahui luasan area yang terjadi perubahan. Dari gambar 2 kita ketahui bahwa
dengan perbedaan waktu sekitar setahun pada pulau ini terjadi sedimentasi dan
abrasi. Daerah yang tersedimentasi berkisar 0,911 Ha, daerah yang terabrasi
berkisar 0,655 Ha. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan
garis pantai di Pulau Dewakang Kecil. Abrasi dominan terjadi pada sisi bagian
timur dan selatan pulau. Sedimentasi terjadi di barat daya karena di barat
daya terdapat beberapa pulau melindungi dari arus dan gelombang agar tidak
terjadi abrasi.
Abrasi di Pulau Dewakang kecil terjadi pada
timur dan selatan. Hal ini terjadi karena Gelombang yang masuk pada bagian
tenggara dan selatan tidak memiliki penghalang seperti pada bagian timur yang
terdapat Pulau Bangkauluang. Akibatnya, gelombang yang terjadi langsung
mengikis garis pantai yang ada di Pulau Dewakang Kecil.
Salah satu cara untuk mengatasi abrasi di Pulau
Dewakang kecil yaitu dengan membangun breakwater. Breakwater dipilih
karena jenis pantainya merupakan tipe pantai berpasir dan kemiringan yang
landai dan berfungsi untuk melindungi pantai yang terletak di belakangnya dari
serangan gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi pantai. Perlindungan ini
disebabkan karena energi gelombang yang sampai di perairan belakangnya menjadi
berkurang. Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang
sebagian energinya akan dipantulkan (refleksi), sebagian diteruskan (transmisi)
dan sebagian dihancurkan (dissipasi) melalui pecahnya gelombang, kekentalan
fluida, gesekan dasar dan lainnya. Pembagian besarnya energi gelombang yang
dipantulkan, dihancurkan dan diteruskan tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan breakwater (permukaan
halus dan kasar, lulus air dan tidak lulus air) dan geometrik bangunan peredam
(kemiringan, elevasi dan puncak bangunan). Setelah beberapa tahun ke depan
pembangunan breakwater akan mengakibatkan munculnya tombolo.
Tombolo merupakan tanggul pasir alami yang terbentuk sebagai daratan yang akan
terhubung dengan breakwater. Dengan terbentuknya tombolo akan
menambah garis pantai sebelumnya terabrasi
Rabu, 19 September 2018
AKUSTIK KELAUTAN
1. Akustik Kelautan
Kata “akustik” berasal dari kata Yunani “akoustikos” yang berarti dari atau untuk pendengaran. Akustik adalah ilmu interdisipliner yang berkaitan dengan studi dari semua gelombang mekanik dalam gas, cairan, dan padatan termasuk getaran, USG, suara, dan infrasonic. Akustik sendiri memiliki definisi sebagai teori gelombang suara dan perambatannya pada suatu medium. Seorang ilmuan yang bekerja dibidang akustik adalah acoustician, sementara yang bekerja di bidang teknologi akustik dapat disebut sebagai seorang insinyur akustik.
Akustik kelautan merupakan satu bidang kelautan yan mendeteksi target dikolom perairan dan dasar perairan dengan menggunakan suara sebagai medianya. Akustik kelautan merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium di air laut
Akustik dibagi menjadi dua macam yaitu:
1) Akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan, biasanya suara yang diterima pada frekuensi tertentu ataupun frekuensi yang spesifik untuk berbagai analisis. Pasif akustik dapat digunakan untuk mendengarkan ledakan bawah air (seismic), gempa bumi, letusan gunung berapi, suara yang dihasilkan oleh ikan dan hewan lainnya, aktivitas kapal-kapal ataupun sebagai peralatan untuk mendeteksi kondisi di bawah air (hidroakustik untuk mendeteksi ikan).
2) Akustik aktif memiliki arti yaitu dapat mengukur jarak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa tersebut sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa amplitudo yang kembali. Akustik aktif memakai prinsip dasar sonar untuk pengukuran bawah air. Akustik aktif seperti split-beam system dapat mendeteksi organisme yang berukuran kecil (contoh:krill), dengan tanpa batasan ukuran. Posisi dari ikan dapat dideteksi secara akurat dengan menggunakan split beam system, dapat juga digunakan untuk menghitung target strength, kecepatan jelajah serta arah pergerakan dari suatu objek. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, ilmu akustik juga berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia. Arah penelitian dari akustik aktif termasuk penemuan multi beam, multi-frekuensi, dan high frequency imaging system.
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara, faktor lingkungan dan kondisi target. Kelebihan dari metode akustik ini, yaitu berkecepatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung dan memproses data secara real time, tepat dan akurat.
Hal-hal yang mendasari kita mempelajari akustik kelautan adalah laut yang begitu luas dan dalam (dinamis), manusia sudah pernah ke planet terjauh tetapi belum pernah ke laut terdalam, sehingga dibutuhkannya alat dan metode untuk melakukan pendeskripsian kolom dan dasar laut dan saat ini metode yang paling baik adalah dengan menggunakan akustik.
2. Sejarah Perkembangan Akustik Kelautan
Sejarah akustik bisa dimulai dari sekitar tahun 1490 dari catatan harian Leonardo da Vinci yang berbunyi “Dengan menempatkan ujung pipa yang panjang didalam laut dan ujung lainnya di telinga Anda, maka Anda dapat mendengarkan kapal-kapal laut di kejauhan”. Sejarah akustik perikanan dimulai dengan sonar banyaknya penelitian tentang perambatan suara di dalam air.
Namun jauh sebelum masa itu, Aristoteles (384-322 SM) adalah orang pertama yangtercatat menyatakan bahwa suara bisa terdengar dalam air seperti di udara. Setelah 2000 tahun kemudian, Leonardo da Vinci (1452-1519) membuat observasi “pernyataan Leonardo da Vinci” bahwa kapal-kapal dapat didengar pada jarak yang jauh di bawah air. 200 tahun setelah pengamatan da Vinci, pemahaman fisik dari proses akustik sedang maju pesat dengan Marin Mersenne dan Galileo secara independen menemukan hukum tentang vibrating strings, kegiatan Mersenne diterbitkan dalam karyanya L'Harmonie Universelle di 1620-an. Komentar Mersenne menyangkut sifat dan perilaku suara dan pengukuran awal eksperimental pada kecepatan suara di udara selama pertengahan hingga akhir 1600 itu dianggap sebagai landasan bagi perkembangan akustik. Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1687, Sir Isaac Newton menerbitkan teori matematika pertama tentang bagaimana suara bergerak, dalam karyanya yang besar, Philosophiae Naturalis Principia Mathematic, “Rational Mechanics will be the science of motions resulting from any forces whatsoever, and of the forces required to produce any motions, accurately proposed and demonstrated and therefore we offer this work as mathematical principles of philosophy. For all the difficulty of philosophy seems to consist in this from the phenomena of motions to investigate the forces of Nature, and then from these forces to demonstrate the other phenomena Meskipun Newton terfokus pada suara di udara, teori matematika dasar yang sama berlaku untuk suara dalam air”.
Pada 1743, Abbe JA Nollet melakukan serangkaian percobaan tentang apakah suara bias bepergian melalui air. Dengan kepalanya di air, ia melaporkan mendengar tembakan pistol, bel, peluit, dan teriakan. Dia juga mencatat bahwa jam alarm berdentang dalam air bisa dengan mudah didengar oleh seorang pengamat bawah air, tetapi tidak di udara, hal ini menunjukkan perjalanan suara melalui air.
Pengukuran pertama tentang kecepatan suara dalam air sukses pada awal tahun 1800. Menggunakan tabung panjang untuk mendengarkan bawah air, seperti yang disarankan oleh da Vinci, ilmuwan pada tahun 1826 mencatat seberapa cepat bunyi lonceng terendam mengalami perjalanan melintasi Danau Jenewa.
Daniel Colloden (1822), beliau menggunakan sebuah lonceng bawah air untuk menghitung kecepatan perambatan suara di dalam air. Pada tahun 1877 dan 1878, ilmuwan Inggris William Strut Yohanes, juga dikenal sebagai Lord Rayleigh, diterbitkan Teori Suara, dengan karya yang dianggap sebagai tanda awal dari studi modern akustik. Lord Rayleigh adalah yang pertama merumuskan persamaan gelombang, alat matematika yang menggambarkan gelombang suara yang merupakan dasar untuk semua pekerjaan pada akustik. Karyanya mengatur perkembangan ilmu dan penerapan akustik bawah air pada abad kedua puluh. Lalu Lewis Nixon (1906) yang mencoba mengukur puncak gunung es. Perkembangan dipicu oleh kebutuhan militer untuk mendeteksi kondisi di bawah permukaan air terutama setelah ditemukannya kapal selam.
Penggunaan kapal selam dan ranjau bawah laut di Perang Dunia I sangat mempengaruhi perkembangan akustik bawah air. Kapal selam Jerman (U-boats) menargetkan pelayaran kapalkapal kargo antara Amerika Serikat dan Eropa, tenggelam hampir 10 juta ton kargo dalam dua tahun, melumpuhkan pasokan AS dan European Allied Forces’. Ledakan dari tambang pada kabel bawah laut juga mengambil korban mereka. Total kerugian akibat pasukan Jerman dan Sekutu kapal perang 146 (termasuk 40 kapal selam), 267 kapal pembantu, dan 586 kapal dagang. Efektivitas kapal selam dan ranjau bawah laut dalam peperangan laut itu tak terbantahkan. Suara bawah air dapat digunakan untuk mendeteksi kapal selam dan ranjau yang terendam, sehingga akustik bawah air erat kaitannya dengan aplikasi militer (dan penelitian mengenai suara bawah laut menjadi rahasia). Selama Perang Dunia I, kapal selam terdeteksi dengan mendengarkan mesin atau baling-baling. Sebuah perangkat dengan dua earphone sederhana (tabung udara) digunakan pada operator sonar yang bisa menentukan arah dari mana suara datang dengan mekanis memutar system penerima. Sejumlah penerima yang ditarik juga dikembangkan untuk digunakan pada permukaan kapal, dalam rangka untuk menempatkan hydrophone jauh dari kebisingan yang dihasilkan oleh kapal.
Dalam perkembangan selanjutnya ada nama Paul Langevin yang tahun 1915 menemukan alat sonar pertama untuk mendeteksi kapal selam dengan menggunakan sifat-sifat piezoelektik kuartz. Meski tak sempat terlibat lebih jauh dalam upaya perang, karya Langevin berpengaruh besar dalam desain sonar.Hasil dari perkembangannya adalah SONAR (SOUND NAVIGATION AND RANGING).
Periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II adalah saat penemuan akustik bawah air meningkat. Para ilmuwan mulai memahami beberapa konsep mendasar tentang propagasi suara, dan suara bawah air digunakan untuk mengeksplorasi laut dan penghuninya. Misalnya, tak lama setelah Perang Dunia I, H. Lichte, seorang ilmuwan Jerman, mengembangkan teori tentang pembiasan atau pembelokan gelombang suara dalam air laut. Percobaan yang dilakukan oleh Lord Rayleigh dan astronom sebelumnya Belanda bernama Willebrord Snell, Lichte berteori pada tahun 1919 itu, s ama seperti cahaya dibiaskan saat melewati dari satu medium ke lainnya, gelombang suara akan dibiaskan ketika mereka menemui sedikit perubahan suhu, salinitas, dan tekanan. Dia juga menyarankan bahwa arus laut dan perubahan musim akan mempengaruhi bagaimana suara bergerak di dalam air.
Echo sounders menjadi tersedia secara komersial selama Perang Dunia I. Echo sounders sangat berharga untuk tugas membantu kapal menghindari kandas di air dangkal. Pada laut dalam, mereka merevolusi pengetahuan tentang struktur dasar laut. Mungkin aplikasi praktis pertama adalah penggunaan echo sounder untuk memilih rute terbaik untuk kabel telegraf bawah laut antara Marseilles, Perancis, dan Philippeville, Aljazair, pada tahun 1922.
Karena akustik bawah air sangat penting selama Perang Dunia I, awal Perang Dunia II menandai dimulainya penelitian yang luas tentang akustik bawah air. Namun, selama Perang Dunia II, kemajuan akustik bawah air semakin berkembang, seperti di daerah lain telah berkembang radar dan senjata, namun dengan kerahasiaan. Pada akhir Perang Dunia II, US National Defense Research Committee menerbitkan Laporan Ringkasan Teknis yang mencakup empat volume hasil penelitian. Namun, banyak pekerjaan yang dilakukan selama perang itu tidak dipublikasikan sampai bertahun-tahun kemudian.
Upaya penelitian awal bawah laut selama Perang Dunia II difokuskan pada perang melawan kapal selam, termotivasi oleh keberhasilan U-boat Jerman pada tenggelamnya kapal dagang di perairan Amerika. Kemudian upaya yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kapal selam Amerika terhadap Jepang di Samudra Pasifik.
"Sonars" (SOund Navigation And Ranging) berkembang di akhir Perang Dunia II. Hal-hal yang mempengaruhi kinerja sistem sonar dijelaskan oleh apa yang sekarang disebut " persamaan sonar" yang meliputi source level, sound spreading, sound absorption, reflection losses, ambient noise, dan receiver characteristics. Bagian berikut menjelaskan tiga contoh penelitian yang dilakukan selama Perang Dunia II:
1. High frequency acoustics: penelitian ekstensif terfokus pada frekuensi suara dari beberapa ribu Hertz atau lebih pada kisaran beberapa ribu meter. Frekuensi ini dan rentang yang paling relevan dengan sonars digunakan untuk menemukan kapal selam dan ranjau.
2. Low-frequency, long-range sound propagation: Penelitian ini akan terbukti memiliki dampak besar pada perang anti-kapal selam selama Perang Dingin yang diikuti Perang Dunia II.
3. Measurements of background noise levels in the sea: tingkat kebisingan Ambient diukur, karena background noise level mempengaruhi kinerja sonar.
Sistem SONAR ini mula-mula dikembangkan oleh Inggris yakni pada masa Pra Perang Dunia II dengan dibuatnya ASDIC (Anti Submarine Detection Investigation Committee). Kemudian pada Perang Dunia II, ASDIC tersebut sangat berperan bagi Angkatan Laut negara-negara sekutu untuk tujuan perang dan telah terbukti sukses besar dalam penggunaannya.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, peralatan tersebut dikembangkan penggunaannya, selain untuk tujuan perang, juga untuk tujuan damai. Beberapa contoh penggunaannya pada saat itu adalah :
1) mempelajari proses perambatan suara di dalam medium (air);
2) penelitian sifat-sifat akustik dari air dan benda-benda bawah air;
3) pengamatan benda-benda, dari echo yang mereka hasilkan;
4) pendeteksian sumber-sumber suara bawah air;
5) komunikasi dan penetapan posisi dengan alat akustik bawah air.
Selanjutnya pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog echo integrator dan echo counter. Perkembangan yangmenyolok ini bukan saja di Inggris tetapi juga di Norwegia, Amerika, Jepang, Jerman dan sebagainya.
Kemudian setelah diketemukan Digital Echo Integrator, dual-beam acoustic system, split-beam acoustic system, quasi ideal bem system dan aneka echo processor canggih lainnya, barulah ketelitian dan ketepatan pendugaan stok ikan dapat ditingkatkan sehingga akhir-akhir ini peralatan akustik menjadi Peralatan standard dalam pendugaan stok ikan dan manajeman sumbardaya perikanan.
3. Perkembangan Akustik Kelautan di Indonesia
Sejarah akustik memasuki Indonesia masih belum jelas, karena belum didapatkan sumber yang pasti. Namun perkembangannya di Indonesia dapat kita rasakan sekarang yaitu dengan adanya “split-beam acoustic” di beberapa kapal penelitian, seperti yang terdapat pada kapal PUSHIDROSAL. PUSHIDROSAL sendiri merukan Pusat Hidrografi & Oseanografi TNI AL dimana bergerak meneliti bawah laut Indonesia, dan masih banyak lagi kapal penelitian yang ada di Indonesia termasuk kapal penangkap ikan yang di miliki para nelayan yang mana sudah menerapakna sistem akustik kelautan ini. Ilmu akustik di manfaatkan untuk mempermudah dalam survei kelautan, budidaya perairan, penelitian tingkah laku ikan, aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap, bioakustik. Aplikasi dalam survei kelautan, dengan akustik kita dapat menduga spesies ikan yang ada di daerah tertentu dengan menggunakan pantulan dari suara, semua spesies mempunyi target strengh yang berbeda-beda. Aplikasi dalam dunia budidaya untuk pendugaan jumlah ekor, biomass dari ikan dalam jaring/kurungan pembesaran untuk menduga ukuran dari individu ikan dalam jaring kurungan, memantau tingkah laku ikan dengan acoustic tagging.
Aplikasi akustik dalam tingkah laku ikan meliputi pergerakkan migrasi ikan dengan acoustic tagging, orientasi target (tilt angle), reaksi menghindar terhadap gerak kapal survei dan alat tangkap, respon terhadap rangsangan/stimuli cahaya, suara, listrik, hidrodinamika, komia, mekanik dan sebagainya. Aplikasi dalam studi penampilan dan selektivitas alat tangkap ikan meliputi pembukaan mulut trawl dan kedalaman, selektivitas penagkapan dengan melihat ukuran ikan target.
Sumber :
Anonim. 2018. Modul Praktek Dasar-Dasar Akustik. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Bogor
Anonim. 2015. Buku Panduan Praktikum Akustik Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Brawijaya. Malang
Minggu, 21 Januari 2018
Pengantar Oseanografi
Oseanografi terdiri dari dua kata: oceanos yang berarti laut dan graphos yang berarti gambaran atau deskripsi (bahasa Yunani). Secara sederhana kita dapat mengartikan oseanografi sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut. Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti kita ketahui bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, bagian cair yang disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer. Sementara itu bagian yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam biosfer.
Oceanography adalah ilmu yang mempelajari laut dalam segala aspek dengan penekanan laut sebagai suatu lingkungan.
Aspek: fisika, kimia, biologi dan geologi
Ilmu dasar: diaplikasikan untuk menelaah sifat komponen lautan
Fisika: Oseanografi Fisik (Physical Oceanography),
Biologi: Oseanografi Biologis (Bilogical Oceanography)
Kimia: Oseanografi Kimiawi (Chemical Oceanography )
Geologi: Oseanografi Geologi (Geological Oceanography)
Oseanografi fisika mempelajari segala sesuatu tentang fenomena dan proses-proses fisika di laut. Hal-hal yang menjadi obyek studinya misalnya tentang arus-arus laut, pasang, gelombang; tentang penyebaran dan perambatan cahaya dan suara didalam laut dan tentang sifat-sifat fisika air laut seperti suhu, densitas, tekanan, kejernihan, titik beku, tekanan osmosa, daya hantar listrik dan banyak lagi sifat-sifat fisika lainnya.
Oseanografi kimia mempelajari segala sesuatu tentang zat-zat yang terkandung didalam air laut. Hal-hal yang dipelajari misalnya tentang jenis-jenis zat apa saja yang ada dilaut. Tentang asal-usul pembentukannya, proses reaksi yang terjadi, dan faktor-faktor yang menguasai atau mempengaruhi penyebaran zat-zat tersebut.
Oseanografi biologi ialah cabang yang mempelajari tentang makhluk hidup dilautan baik yang nabati maupun yang hewani. Disinipun yang dipelajari misalnya tentang jenis-jenisnya, cara perkembang-biakannya, daerah penyebarannya, hubungannya dengan sesamanya maupun dengan lingkungannya.
Oseanografi geologi ialah cabang yang mempelajari tentang geologi dasar lautan. Hal-hal yang dipelajari misalnya tentang bentuk dasar lautan, proses-proses yang mempengaruhi pembentukannya, endapan-endapan yang terkandung diatas maupun dibawah dasar laut dan banyak hal-hal lainnya.
Kondisi oseanografi di Desa Sungai Dua Laut Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu yang dapat simpulkan adalah sebagai berikut :
a. Parameter Fisik
1. Gelombang
Fenomena gelombang di perairan Desa
Sungai Dua Laut yang cenderung tidak menentu, bentuk gelombang tergantung pada
beberapa sifat gelombang, periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk. Dari hasil pengukuran gelombang dapat di simpulkan bahwa tinggi gelombang pada pagi hari sampai siang hari tidak terlalu tinggi dikarenakan faktor angin yang tidak menentu, sedangkan pada saat sore hingga menjelang malam hari tinggi gelombang meningkat dibandingkan pada saat pagi dan siang hari. Kondisi gelombang di Desa Sungai Dua Laut banyak dipengaruhi oleh alam berupa hembusan angin yang bertiup dari barat
2. Pasang Surut
Tipe pasang surut air laut di perairan Desa Sungai Dua Laut tersebut ialah pasang surut condong keharian ganda (semidiurnal tide), dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi periodenya berbeda. Kondisi ini dikarenakan sungai mengalami sedikit pendangkalan krena tertumpuknya sedimen di sungai tersebut.
3. Arus
Kondisi arus di Desa Sungai Dua Laut banyak dipengaruhi oleh gelombang dan perederan arus dari dari Pulau Jawa di mana Desa Sungai Dua Laut bersebrangan dengan Pulau Jawa
b. Parameter Kimia
Kondisi parameter kimia di perairan air laut Desa Sungai Dua Laut seperti salinitas, pH, DO dan kecerahan pada saat itu cukup bagus, di mana kualitas air di Desa Sungai Dua Laut memiliki pH kisaran + 6 - 7 dan kecerahan berkisar + 2 - 3 meter.
c. Parameter Geologi
Kondisi sedimentasi di Desa Sungai Dua Laut sangat melimpah di mana endapan sedimen sangat banyak berupa bebatuan dan korosi kerang.
d Parameter Biologi
Kondisi bentik dan bentos di Desa Sungai Dua Laut beragam, plankton sangat melimpah. nekton yang terdapat di sana yatitu: ikan badut, kepiting, cumi-cumi, udang, aneka kerang dan sebagainya. Desa Sungai Dua Laut terdapat ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
Kondisi bentik dan bentos di Desa Sungai Dua Laut beragam, plankton sangat melimpah. nekton yang terdapat di sana yatitu: ikan badut, kepiting, cumi-cumi, udang, aneka kerang dan sebagainya. Desa Sungai Dua Laut terdapat ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
Minggu, 15 Oktober 2017
SUMBER-SUMBER ALAM DARI LAUTAN
Sumber-Sumber Fisika dan Kimia
Energi Laut
Potensi
energi kelautan yang bersifat exhaustive (tak pernah habis), seperti
angin, gelombang, panas bumi dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) dapat
digunakan sebagai energi pembangkit listrik.
Energi laut yang dihasilkan dari gerakan dan perbedaan suhu
lapisan laut (samudera) merupakan sumber energi di perairan laut yang berupa
energi pasang surut, energi gelombang, energi arus laut, dan energi perbedaan
suhu lapisan laut.
Ada juga berasal dari aspek biologi berupa makroalga dan mikroalga.
Makroalga (rumput laut) dan mikroalga (alga/ganggang), keduanya bisa diekstrak
menjadi biofuel.
Arus Pasang Surut
Perkembangan teknologi pemanfaatan energi samudera khususnya
arus laut sebagai energi baru terbarukan di dunia saat ini berkembang dengan
pesat, seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan energi listrik
masyarakat kawasan pesisir serta semakin maraknya issu pemanasan global yang
mendorong untuk membatasi penggunaan bahan bakar hidrokarbon.
Prinsip yang dikembangkan pada aplikasi teknologi pemanfaatan
energi dari laut adalah melalui konversi tenaga kinetik masa air laut menjadi
tenaga listrik. Tercatat beberapa negara telah berhasil melakukan instalasi
pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan energi arus dan pasang surut,
mulai dari prototype turbin pembangkit hingga mencapai turbin skala komersial
dengan kapasitas 1,2 MW/turbin, seperti yang telah dibangun di Skotlandia, Swedia, Perancis, Norwegia, Inggris, Irlandia
Utara, Australia, Italia, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Kelebihan karakter fisik arus laut
ini memberikan peluang yang lebih optimal dalam pemanfaatan konversi energi
kinetic menjadi energi listrik.
Gambar 3.1. Kincir arus yang menghasilkan energi arus
Gelombang Laut
Gelombang laut merupakan salah satu bentuk energi yang bisa
dimanfaatkan dengan mengetahui tinggi gelombang, panjang gelombang, dan periode
waktunya. Ada 3 cara untuk menangkap energi gelombang, yaitu:
1.
Pelampung: listrik
dibangkitkan dari gerakan vertikal dan rotasional pelambung
2.
Kolom air yang
berosilasi (Oscillating Water Column): listrik dibangkitkan dari naik turunnya
air akibat gelombang dalam sebuah pipa silindris yang berlubang. Naik turunnya
kolom air ini akan mengakibatkan keluar masuknya udara di lubang bagian atas
pipa dan menggerakkan turbin.
3. Wave Surge. Peralatan ini biasa juga disebut
sebagai tapered channel atau kanal meruncing atau sistem tapchan, dipasang pada
sebuah struktur kanal yang dibangun di pantai untuk mengkonsentrasikan
gelombang, membawanya ke dalam kolam penampung yang ditinggikan. Air yang mengalir keluar dari kolam penampung ini yang
digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan teknologi standar hydropower.
Energi ini dapat dikonversi ke listrik lewat 2 kategori yaitu
off-shore (lepas pantai) and on-shore (pantai).
Kategori lepas pantai (off-shore) dirancang pada kedalaman
sekitar 40 meter dengan menggunakan mekanisme kumparan seperti Salter Duck yang
diciptakan Stephen Salter (Scotish) yang memanfaatkan pergerakan gelombang
untuk memompa energi. Sistem ini memanfaatkan gerakan relatif antara
bagian/pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal
pendulum) untuk diubah menjadi listrik. Peralatan yang digunakan yaitu pipa
penyambung ke pelampung di permukaan yang mengikuti gerakan gelombang. Naik
turunnya pelampung berpengaruh pada pipa penghubung selanjutnya menggerakan
rotasi turbin bawah laut. Cara lain untuk menangkap energi gelombang lepas
pantai adalah dengan membangun tempat khusus seperti sistem tabung Matsuda,
metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang yang masuk di dalam ruang bawah
dalam pelampung dan sehingga timbul gerakan perpindahan udara ke bagian atas
pelampung. Gerakan perpindahan udara ini menggerakkan turbin. Pusat Teknologi
Kelautan Jepang telah mengembangkan prototype jenis ini yang disebut ‘Mighty
Whale’ berupa peralatan penangkap gelombang yang di tempatkan di dasar laut
(anchored) dan dikontol dari pantai untuk kebutuhan listrik di pulau-pulau
kecil.
Sistem on-shore mengkonversi gelombang pantai untuk
menghasilkan energi listrik lewat 3 sistem: channel systems, float
systems dan oscillating water column systems. Prinsipnya energi
mekanik yang tercipta dari sistem-sistem ini secara langsung mengaktifkan
generator dengan mentransfer gelombang pada fluida, air atau udara penggerak
yang kemudian mengaktifkan turbin generator. Pada channel systems gelombang
disalurkan lewat suatu saluran kedalam bangunan penjebak seperti kolam buatan
(lagoon). Ketika gelombang muncul,
gravitasi akan memaksa air melalui turbin guna membangkitkan energi listrik. Pada
float systems yang mengatur pompa hydrolic
berbentuk untaian rakit-rakit dihubungkan dengan engsel-engsel (Cockerell)
bergerak naik turun mengikuti gelombang. Gerakan relatif menggerakkan pompa
hidrolik yang berada di antara dua rakit. Tabung tegak Kayser juga dapat
digunakan dengan pelampung yang bergerak naik turun didalamnya karena adanya
tekanan air. Gerakan antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik
yang diubah menjadi energi listrik. Oscillating water column systems menggunakan
gelombang untuk menekan udara diantara kontainer. Ketika gelombang masuk ke
dalam kolom kontainer berakibat kolom air terangkat dan jatuh lagi sehingga
terjadi perubahan tekanan udara. Sirkulasi yang terjadi mengaktifkan turbin
sebagai hasil perbedaan tekanan yang ada. Beberapa sistem ini berfungsi juga
sebagai tempat pemecah gelombang ‘breakwater’ seperti di pantai Limpit,
Scotlandia dengan energi listrik yang dihasilkan sebesar 500 kW.
Ada empat teknologi energi gelombang yaitu sistem rakit
Cockerell, tabung tegak Kayser, pelampung Salter, dan tabung Masuda.
A.
Sistem
rakit Cockerell berbentuk
untaian rakit-rakit yang saling dihubungkan dengan engsel-engsel dan sistem ini
bergerak naik turun mengikuti gelombang laut. Gerakan relatif rakit-rakit
menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit.
B.
Sistem
tabung tegak Kayser menggunakan
pelampung yang bergerak naik turun dalam tabung karena adanya tekanan air.
Gerakan relatif antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang
dapat diubah menjadi energi listrik.
C.
Sistem
Pelampung Salter memanfaatkan
gerakan relatif antara bagian pembungkus luar (external hull) dan bandul
didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi energi listrik.
D.
Pada
sistem tabung Masuda metodenya
adalah memanfaatkan gerak gelombang laut masuk ke dalam ruang bawah dalam
pelampung dan menimbulkan gerakan perpindahan udara di bagian ruangan atas
dalam pelampung. Gerakan perpindahan udara ini dapat menggerakkan turbin udara.
Angin
Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam,
Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi
listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup
sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar
rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan
energi listrik. Berdasarkan Green and Clean Energy for Indonesia, angin kelas 4
(1,6 – 3,3 m/s) adalah batas minimum dan angin kelas 9 (13,9 – 17,1 m/s) adalah
batas maksimum energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi
listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum
dapat dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin disajikan pada Gambar
3.2.
Gambar 3.2. Perangkat kincir angin sebagai pembangkit listrik
Bioaktif
Bahan-bahan
bioaktif (Bioactive sub-stances) atau berbagai macam bahan kimia yang
terkandung dalam tubuh biota laut merupakan potensi yang sangat besar bagi
penyediaan bahan baku industri farmasi, kosmetika, pangan dan industri
bioteknologi lainnya. Sejauh ini, pemanfaatan potensi bahan-bahan bioaktif
untuk keperluan industri terutama bioteknologi masih rendah (DAHURI et al.,
1996).
Pemanfaatan
bahan-bahan bioaktif (natural product) dari biota laut praktis belum
berkembang, padahal di negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan
Malaysia, industri bioteknologi yang mengelola bahan- bahan bioaktif dari laut
telah menjadi salah satu industri andalan. Di Hawai, Amerika Serikat, yang
hanya memiliki sedikit terumbu karang, telah berhasil mengembangkan industri
pembuatan tulang dan gigi palsu yang terbuat dari hewan karang. Di Madagaskar,
salah satu jenis biota terumbu karang telah diekstrak zat bioaktifnya untuk
industri obat anti kanker.
Indonesia
yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi mempunyai potensi besar untuk
mengembangkan industri bioteknologi. Hal ini merupakan tantangan untuk
diwujudkan untuk dinikmati hasilnya.
Rabu, 11 Oktober 2017
Pembentukan Lautan
Benua
(continent, lithosphere) dan
Samudera (ocean, biosphere). Benua menyusun kira-kira sepertiga
permukaan Bumi.
Benua
(continent) adalah daratan yang sangat besar yang muncul dari permukan
samudera, sampai bagian tepinya yang digenangi air dengan kedalaman air yang
dangkal (kurang dari 200 meter). Samudera (ocean) adalah air asin yang
sangat besar dan menerus yang dibatasi oleh benua.
Asal Usul Samudera dan Cekungan Samudera
Cekungan samudera (ocean basin) adalah cekungan yang
sangat besar dan dalam yang dipenuhi oleh air asin dan dibatasi oleh benua.
Teluk (bay, gulf) adalah bagian air yang relatif
kecil yang tiga sisinya dibatasi oleh daratan. Teluk sering juga disebut
sebagai Laut Setengah-tertutup (Semi-enclosed Sea).
Estuari (estuary) adalah kawasan muara sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut dengan massa air yang memiliki salinitas lebih
rendah daripada air laut dan lebih tinggi daripada air tawar.
Sampai sekarang, asal usul air laut tidak diketahui dengan
pasti. Salah satu hipotesa yang banyak diterima adalah bahwa air laut berasal
dari aktifitas vulkanisme. Hipotesa tersebut dibuat berdasarkan fakta saat ini
yang menunjukkan bahwa aktifitas vulkanisme mengeluarkan banyak uap air,
disamping gas nitrogen dan karbon dioksida.
Tahukah kalian bagaimana cekungan samudera dapat terbentuk?. Berbagai hipotesa dan teori telah muncul dalam upaya mencari jawaban atas pertanyaan itu. Saat ini, teori yang diterima oleh banyak ahli adalah Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Theory). Teori ini adalah teori yang didukung oleh sangat banyak data dan fakta.
Tahukah kalian bagaimana cekungan samudera dapat terbentuk?. Berbagai hipotesa dan teori telah muncul dalam upaya mencari jawaban atas pertanyaan itu. Saat ini, teori yang diterima oleh banyak ahli adalah Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Theory). Teori ini adalah teori yang didukung oleh sangat banyak data dan fakta.
Bebarapa Fakta Tentang Bumi dan Laut
1) Bumi berumur kira-kira 4,5 miliar
tahun yang lalu, sedang bukti-bukti pertama tentang adanya laut muncul dari
sekitar 3,8 – 3 miliar tahun yang lalu.
2) Bukti-bukti tertua tentang adanya
samudera ditemukan di benua, bukan di samudera.
3) Batuan yang tertua di laut hanya berumur 70 juta tahun.
Teori dan Analisa tentang Asal Usul Lautan
•
a.
Hipotesa Pelepasan Lempeng
Bertolak dari teori kabut oleh Laplace (1796), Menurutnya bahwa bumi merupakan bagian dari pada tata surya, awalnya berasal dari gumpalan gumpalan kabut yang berputar (terpilin). Dan seterusnya menjadi cairan pijar hingga terjadi pembekuan akibat penurunan temperatur. Pada kondisi ini bumi dalam keadaan tidak stabil, karena pada bagian dalamnya masih cair dan panas. Sehingga terciptalah kondisi dimana mudah terjadi peretakan peretakan di antara dua lapisan yang berbeda fase. Terjadinya peretakan-peretakan dan mungkin dalam waktu relatif agak lama, bumi tetap berputar dan bergerak mengelilingi planet induk (matahari), terjadilah pelepasan sebagian lapisan luar dari bumi akibat adanya gaya lemparan (centrifugal) tidak seimbang dengan gaya tarikan bumi(centripetal). Terlepasnya sebagian permukaan bumi tersebut maka terbentuklah cekungan yang nantinya terisi air, membentuk lautan.
Lapisan bumi yang telah terlepas diduga sebagai bulan atau
planet yang mengelilingi bumi. Dalam sistem tata surya dapat dilihat bahwa
material-material atau planet-planet yang terlepas dari induknya akan tetap
terkontrol dan mengelilingi dimana planet tersebut berasal.
Berbagai macam penelitian telah membuktikan bahwa batuan
dasar penyusun lautan itu berbeda dengan penyusun benua. Hal tersebut terjadi
akibat pemisahan secara konsentrik ke arah inti bumi terhadap cairan (magma)
basa, dimana cairan basa lebih berat turun ke arah inti bumi membentuk magma
basa hingga ultra basa. Cairan lebih ringan (asam) naik mengapung di atas
cairan basa, sehingga terjadi suatu fase magma yang berbeda sifat fisik dan
kimianya. Akibat dari pemisahan ini, menyebabkan batuan benua bersifat asam dan
batuan samudra (lautan) bersifat basa.
•
b.
Teori Undasi
Telah dijelaskan oleh Van Bemmelen (1932-1935), bahwa adanya
permukaan bumi yang tidak rata yaitu sebagian cekungan dan sebagian tonjolan
(pegunungan), diakibatkan oleh gelombang turun naik terhadap bagian bumi yang
cair (magma) Timbulnya gerakan gelombang tersebut akibat pengaruh pemisahan
magma dari yang basa ke yang asam dan dari basa ke ultrabasa, sehingga terdapat
empat susunan magma yaitu mulai dari atas: asam, intermediat, basa dan
ultrabasa.
•
c.
Teori Tektonik lempeng
Menurut teori ini, seluruh kerak Bumi dipandang tersusun oleh
beberapa lempengan besar yang bergerak seperti balok yang kaku di atas
permukaan Bumi. Batas-batas lempeng adalah kawasan memiliki aktifitas seikmik
tinggi, yang terjadi karena pembentukan material kerak baru di sepanjang pematang
tengah samudera, maupun karena material kerak yang tua ter-subduksikan di
daerah palung. Dengan demikian, batas lempeng ditentukan oleh aktifitas seismik
(Gambar 2.1).
Kontak antar lempeng dapat berupa (Gambar 22.):
1) Kontak divergen, yang disebut
juga dengan spreading center (pusat pemekaran). Pada kontak ini, lithophere
yang baru terus menerus terbentuk karena dua lempeng saling menjauh.
Pembentukan cekungan laut terjadi pada kontak lempeng jenis ini, seperti
Samudera Atlantik.
2) Kontak konvergen, yang
terjadi bila dua lempeng bergerak saling mendekat satu sama lain. Pada kontak
konvergen, salah satu lempeng menyusup ke bagian bawah yang lain, yang dalam
kasus ini kita sebut subduction zone (zona penunjaman atau zona
subduksi). Pada kontak ini dapat pula terjadi dua lempeng saling benturan, yang
disebut sebagai collision zone (zono kolisi). Zona subduksi
adalah zona tempat lempeng samudera dikonsumsi, seperti Palung Jawa di sebelah
selatan Pulau Jawa; sedang zona kolisi adalah zona tempat terbentuknya kawasan
pegunungan, seperti Pegunungan Himlaya.
3) Kontak transform fault, terjadi bila dua
lempeng berpapasan satu sama lain dengan tepi-tepi lempeng yang saling
menggerus. Gempa bumi sering terjadi di kontak lempeng jenis ini. Contohnya
adalah kawasan Sesar San Andreas.
Menurut teori ini, laut baru dapat terbentuk karena pecahnya
continental crust (Gambar 2.3). Selanjutnya, cekungan samudera tidak tetap
posisi maupun ukurannya, dan samudera dapat mengalami pembukaan dan bertambah
luas, seperti Samudera Atlantik; dan dapat pula mengalami penutupan dan
bertambah sempit, seperti Samudera Pasifik. Selain itu, teori ini juga
menerangkan tentang pembentukan deretan gunungapi (Gambar 2.4) dan kawasan
pegunungan (Gambar 2.5).
Gambar 2.1. Penyebaran lempeng kerak Bumi. Dikutip dari Le Pichon et al.
(1973)
Gambar 2.3. Mekanisme pembentukan laut baru melalui pecahnya continental
crust. Dikutip dari Skinner dan Porter (2000)
2.1.3. Sejarah Pembentukan Samudera
Dari ketiga teori tentang asal usul lautan dapat disimpulkan
bahwa: Teori pelepasan lempeng adalah mengungkapkan fase tertua kejadian
lautan. Teori undasi merupakan pembuktian gangguan keseimbangan isostatik
akibat pengaruh gerakan vertikal setelah pembekuan kulit bumi, Sedang teori
tektonik lempeng membahas lebih jauh tentang pergerakan pergerakan lempeng bumi
dalam kaitannya dengan perkembangan lautan baru.
Membicarakan tentang asal-usul samudera atau laut tidak dapat
dilepaskan dari membicarakan tentang asal-usul bumi. Sementara itu,
membicarakan asal-usul bumi tidak dapat dilepaskan dari membicarakan tentang
asal-usul sistem tatasurya. Kita tidak tahu secara tepat bagaimana awal
pembentukan sistem tatasurya, tetapi secara garis besar kita dapat
mengetahuinya berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh oleh para ahli astronomi,
pengetahuan kita tentang sistem tatasurya, dan hukum-hukum fisika dan kimia.
Selanjutnya, tentang sejarah bumi, secara garis besar dapat kita ketahui dari
bukti-bukti geologis dan teori- teori yang berlaku.
Gambar 2.5. Salah satu contoh mekanisme penutupan samudera dan
pembentukan kawasan pegunungan menurut teori plate tectonic. Dikutip
dari Skinner dan Porter (2000)
DAFTAR PUSTAKA
Le Pichon, X., Francheteau, J. and Bonnin, J., 1973. Plate Tectonics. Developments in Geotectonics6,
Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, 300 p.
Skinner, B.J. and Porter, S.C., 2000. The Dynamic Earth: an introduction to physical geology, 4th ed.
John Wiley & Sons, Inc., New York, 575 p.
Le Pichon, X., Francheteau, J. and Bonnin, J., 1973. Plate Tectonics. Developments in Geotectonics6,
Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, 300 p.
Skinner, B.J. and Porter, S.C., 2000. The Dynamic Earth: an introduction to physical geology, 4th ed.
John Wiley & Sons, Inc., New York, 575 p.
Langganan:
Postingan (Atom)